Saturday, August 9, 2014

Analisis Kritis Masalah Tawuran Pelajar di Tinjau Dari Filsafat

Publiser angga Debby Frayudha


BAB I PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Tawuran pelajar. Kata-kata ini sudah ada sejak dulu kala hingga kini. Bila kita melihat atau memperhatikan di berita-berita media elektronik atau media cetak baru-baru ini ataupun secara langsung dilingkungan sekitar kita lebih khususnya di wilayah perkotaan. Tentu kita akan mendapati sebuah berita atau fenomena yang dapat dikatakan klasik tentang perkelahian remaja sekolah yang melibatkan banyak remaja yaitu tawuran pelajar. Mengapa saya katakan klasik karena peristiwa tersebut sudah kerap sekali terjadi. Dari perkelahian tersebut banyak memakan korban baik luka ringan sampai pada kematian. Akibat dari hal tersebut sudah tentu sangat menghawatirkan segenap lapisan masyarakat bahkan sampai ke tingkat yang lebih tinggi, mengancam masa depan bangsa dan Negara Indonesia  karena menyangkut masa depan generasi muda yang moralnya kian merosot.
Berangkat dari fenomena tawuran pelajar tersebut maka saya mencoba mengangkat dalam bentuk makalah ini yang saya beri judul Makalah Filsafat Sebagai  Solusi Masalah Kehidupan (Analisis Kritis Masalah Tawuran Pelajar) Filsafat sebagaimana kita ketahui adalah Ilmu yang mengedepankan pemikiran yang mendalam dalam setiap sendi kehidupan sehingga diharapkan Filsafat mampu menyelesaikan berbagai masalah sosial khususnya dalam mengatasi perkelahian atau tawuran pelajar yang sering terjadi di Indonesia pada umumnya.

B.     TUJUAN

1.      Makalah ini bertujuan sebagai bahan referensi alternatif dan belajar dalam menanggapi masalah perkelahian remaja atau tawuran pelajar yang kerap terjadi sehingga kita mampu mengurai berbagai sebab-sebab terjadinya dan sama-sama mencarikan solusi yang terbaik yang dikaitkan dengan belajar Filsafat.

BAB II PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori
1.      Pengertian Filsafat
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.  
Disamping itu, Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
a.       Ciri-Ciri Berfikir Menggunakan Filsafat :
1.      Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi ( logis).
2.      Berfikir secara sistematis.
3.      Menyusun suatu skema konsepsi dalam mencari solusi (radikal), dan
4.      Menyeluruh (universal).
b.      Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
1.      Sebagai dasar dalam bertindak.
2.      Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3.      Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4.      Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
2.      Pengertian Tawuran Pelajar
Satuan Tugas Perlindungan Anak menilai tawuran merupakan ekspresi kekerasan pelajar. Ekspresi ini dapat disebabkan beberapa faktor, seperti lemahnya pengasuhan dan ketahanan keluarga, misalnya pendidikan yang tidak ramah anak, yang tak berorientasi pada pengetahuan. Juga karena lingkungan yang anarkistis dan mempertontonkan kekerasan.
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi.
B.     Dinamika Masalah Tawuran Pelajar
Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
Penyebab tawuran antar pelajar  ini pada umumnya  adalah adanya sejarah turun-temurun tawuran antar sekolah.  Di jakarta pada periode 1980-an, SMA 7 Gambir, Jakarta, terlibat konflik dengan STM Boedi Oetomo Pejambon, semenjak itu sering terjadi tawuran antar sekolah ini. Kemudian, pada awal tahun 1990-an, SMA 7 dipindahkan ke wilayah Karet Pejompongan untuk memutus tawuran dengan STM Boedi Oetomo. Kasus yang sama banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia.  Namun masih banyak yang tanpa penyelesaian sehingga tawuran terus terjadi.
Menurut data Komnas Perlindungan Anak yang terbaru tahun 2012, jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Kasus terakhir aksi tawuran antarpelajar SMAN 70 dan SMAN 6 yang menewaskan Alawi (15 tahun) serta dua anak yang luka berat yang belum diketahui identitasnya.
Pandangan umum masyarakat terhadap penyebab tawuran pelajar sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari Sekolah Kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah Sekolah Menengah Umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.

C.    Penyebab Perkelahian/Tawuran Pelajar
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu:
1.      Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
2.      Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

D.    Faktor-Faktor Penyebab Tawuran Pelajar
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1.      Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.
Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang/pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2.      Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3.      Faktor sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4.      Faktor lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

E.     Dampak Perkelahian/Tawuran Pelajar
Jelas bahwa tawuran pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar, yaitu:
1.      Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
2.      Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
3.      Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.

Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.

F.     Hubungan Tawuran Pelajar dengan Belajar Filsafat
Dari uraian masalah sosial tawuran pelajar diatas saya mencoba menghubung-kannya dengan belajar Filsafat. Dalam hal ini Ilmu Filsafat dapat digunakan untuk mencegah terjadinya masalah sosial yaitu setiap pihak harus berfikir secara menyeluruh dan mendalam tentang penyebab-penyebab serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah sosial dalam hal ini tentang tawuran pelajar yang kerap terjadi dalam masyarakat Indonesia terutama di lingkungan perkotaan.

Dari pengertian Filsafat dapat digunakan sebagai ilmu, Filsafat digunakan sebagai cara berfikir serta Filsafat sebagai pandangan hidup maka tentu akar permasalahan perkelahian atau tawuran pelajar tersebut seharusnya dapat dicegah mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai saat ini sehingga masalah tawuran pelajar ini tidak akan terjadi lagi.
Didalam Filsafat juga terdapat Filsafat Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Dengan demikian jelas sudah Filsafat ada hubungannya dengan masalah tawuran pelajar karena tawuran pelajar itu sendiri berasal dari dunia pendidikan yang notabene juga mempunyai filsafat tersendiri.
G.    Solusi Mengatasi Tawuran Pelajar
Dari pelbagai uraian masalah tawuran pelajar diatas maka tugas Filsafat yaitu mencari penyelesaiannya dengan berfikir secara mendalam, sistematis, dan universal tentang sebab-sebab, faktor-faktor yang menimbulkan masalah sosial Tawuran Pelajar. sehingga dapat menghasilkan solusi yang tepat dan juga cermat. Berikut diantaranya solusi mengatasi masalah perkelahian atau tawuran pelajar.
1.      Membuat Peraturan Sekolah Yang Tegas
Bagi siswa siswi yang terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Jika semua siswa terlibat tawuran maka sekolah akan memberhenti-kan semua siswa dan melakukan penerimaan siswa baru dan pindahan. Setiap pelajar siswa-siswi harus dibuat takut dengan berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya juga harus diberi sanksi.
2.      Memberikan Pendidikan Anti Tawuran
Pelajar diberikan pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-akan penyebab tawuran dengan melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan jika terjadi suatu hal, selalu berperilaku sopan dan melaporkan rencana pelajar-pelajar badung yang merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah lain
3.      Memisahkan Pelajar Berotak Kriminal dari Yang Lain.
Setiap manusia memiliki sifat bawaan masing-masing. Ada yang baik, yang sedang dan ada yang kriminil. Daripada menularkan sifat jahatnya kepada siswa yang lain lebih baik diidentifikasi dari awal dan dilakukan bimbingan konseling tingkat tinggi untuk menghilangkan sifat-sifat jahat dari diri siswa tersebut. Jika tidak bisa dan tetap berpotensi tinggi membahayakan yang lain segera keluarkan dari sekolah.
4.      Kolaborasi Belajar Bersama Antar Sekolah
Selama ini belajar di sekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak saling kenal mengenal antar pelajar sekolah yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar gabungan antar sekolah yang berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan untuk terjadi tawuran pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering bertemu dan berinteraksi maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.
5.      Mengadakan Program Ekstrakurikuler yang melibatkan berbagai sekolah
Pihak sekolah bisa mewajibkan semua siswanya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat siswa-siswa di tiap sekolah. Misalnya rutin mengadakan pertandingan olahraga tahunan antar masing-masing sekolah. Seminar antar sekolah, pecinta alam, pramuka dan school meeting yang melibatkan banyak siswa antar sekolah yang sering terlibat tawuran.
6.      Upaya Damai semua pihak yang terlibat tawuran
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah sekolah-sekolah yang bertikai melakukan perdamaian dengan mengadakan “jalan sehat damai bersama” dengan menyertakan keluarga masing-masing dengan melibatkan pihak pemerintah,  tokoh masyarakat, sponsor dan sebagainya. Acara-acara seperti itu juga bisa diisi dengan lomba-lomba yang menyenangkan dan diagendakan setiap tahun. masing-masing pihak sekolah dengan bantuan tokoh masyarakat sekitar memediasi siswa antar sekolah melakukan perdamaian  dengan  rutin mengadakan pertandingan olahraga tahunan antar masing-masing sekolah.
7.      Peran Aktiv Pemerintah Dalam Hal Ini Dinas Pendidikan
Langkah preventif yang harus dilakukan Dinas Pendidikan adalah melakukan penyelidikan dan evaluasi ke setiap sekolah-sekolah. Sekolah -sekolah yang ada dendam dan sering tawuran dilakukan mediasi dengan bantuan tokoh masyarakat setempat.  Begitu juga dengan pihak sekolah terkait, bila ada isu-isu pelajar sekolahnya berkonflik dengan sekolah lain harus segera dilakukan upaya damai, jangan lagi dibiarkan.
Pihak Dinas pendidikan juga bisa memasukkan sekolah-sekolah yang sering tawuran ke buku hitam, jika dalam jangka waktu tertentu masih saja tawuran, maka sekolah-sekolah tersebut ditutup. Bagi pihak sekolah yang terlibat bisa membuat peraturan bagi yang terlibat tawuran dikeluarkan dari sekolah dan siswa yang bersangkutan tidak boleh lagi melanjutkan sekolah di kota tersebut baik di negeri maupun swasta. Peraturan yang memang “kurang adil” ini harus didukung untuk memutus rantai tawuran.
8.      Mendampingi para pelaku yang terlibat perkelahian atau tawuran pelajar.
Mulai dari orang tua, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, pihak sekolah guru dan para siswa, pemerintah dalam hal ini harus membuat kebijakan yang tepat dalam mendampingi pelaku tawuran pelajar. jangan membiarkan pelaku tawuran semakin menjadi-jadi dan tidak dihiraukan. Oleh sebab itu dibutuhkan lembaga atau tenaga sukarela yang bersedia membimbing para pelaku tawuran pelajar sehingga diharapkan berubah dan menjadi giat menuntut ilmu lagi.



BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas maka saya dapat menyimpulkan bahwa kita harus menerapkan filsafat untuk mencari penyelesaian yang tepat dan juga cermat secara sistematis dan universal. Tidak hanya melihat sisi yang biasa terlihat tetapi menggali semua faktor-faktor penyebab tawuran tersebut. Sehingga kita bisa memberikan solusi atau pemecahan masalah yang terbaik supaya tawuran ini tidak terjadi lagi. Intinya semua masalah harus diselesaikan dengan cara memikirkan secara mendalam sampai kepada akar-akar permasalahannya sehingga dapat dibenahi.
Dalam penyelesaiannya pun harus melibatkan semua komponen, baik dari pemerintah, lapisan masyarakat, maupun orang tua dan pihak sekolah yang terlibat. Karena tawuran sendiri dipicu oleh ketidakmampuan orang dewasa memahami dunia anak, energi yang tidak tersalurkan dengan baik, dan fasilitas yang terbatas. Kemudian tekanan sistem pendidikan yang membuat anak stres, pengaruh kelompok atau pergaulan, juga pendapat dan suara anak yang tidak didengarkan. Serta kurangnya penghargaan terhadap anak dan pemanfaatan waktu luang, Untuk mengurangi ekspresi kekerasan ini, sudah semestinya semua kita segera berbenah menjadi pribadi yang baik dan juga selalu mengajarkan pada kebaikan dan mencegah kerusakan.
B.     Saran
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan harus memberikan bimbingan yang berkelanjutan pada pelaku tawuran. Misalnya mendirikan lembaga khusus atau tenaga perorngan atau kelompok yang difasilitasi oleh pemerintah yang bekerjasama dengan sekolah terlebih kepada orang tua dalam upaya mengembalikan pelaku-pelaku tawuran agar tetap semangat belajar sendiri sehingga tetap mampu mandiri.dan berubah menjadi lebih baik. Jangan dibiarkan begitu saja para pelaku tawuran karena mereka merupakan generasi penerus. Bila moral mereka semakin memburuk tentu akan lebih menyusahkan dikemudian hari.
Terakhir  bagi orangtua yang akan menyekolahkan anaknya carilah informasi mengenai sekolah yang akan dimasuki, jika sekolah tersebut punya latar belakang tawuran antar sekolah dan masih berlanjut, sebaiknya hindari memasukkan anak ke sekolah tersebut. Carilah sekolah yang tidak bermasalah. Orangtua juga musti mengawasi pergaulan sang anak baik dilingkungan tempat tinggal maupun sekolahnya.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Asmoro,2001,Filsafat Umum,Jakarta:Rajawali Pers
www.google.com
Wikipedia.org
Blog Sander Diki Zulkarnaen, M.Psi.blogger.com
TEMPO.COM

Share:

0 comments:

Post a Comment