TUGAS FILSAFAT ILMU
Dilaporan oleh:
Ibdaul Latifah
Angga Debby
Frayudha
Publiser angga Debby Frayudha
Publiser angga Debby Frayudha
SOAL :
1.
Di dalam metafisika keilmuan terdapat das sein
dan das sollen , analisis hal tersebut dalam konteks proses bayi tabung
di Indonesia!
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau lebih dikenal dengan istilah inseminasi buatan bukanlah
wacana baru yang kita lihat pada tataran empirik saat ini. Namun permasalahan ini masih aktual saja
untuk dibicarakan maupun didiskusikan terutama bagi kalangan akademis,
intelektualis yang tentunya harus perspektif dalam memahami suatu permasalahan,
bukan menjadi masalah bagi dirinya sendiri. Bayi
tabung atau pembuahan in vitro adalah sebuah teknik
pembuahan yang sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita.
Ini merupakan salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil.
Proses bayi tabung adalah proses dimana sel telur wanita dan sel sperma
pria diambil untuk menjalani proses pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan
ovum dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara
khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot kemudian dimasukkan ke
dalam rahim sampai dilahirkan.
2.
Pengertian das sein dan das sollen.
Sebelum kita membahas bayi tabung menurut das sein
dan das sollen terlebih dulu kita pahami makna dari das sein dan das
sollen.
Ø
Das sollen : segala sesuatu yang mengharuskan
kita untuk berpikir dan bersikap. Berarti apa yang dicita-citakan; apa yang harus ada nanti. Contoh :
dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan
kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya
dilakukan.
Ø
Das sein : berarti keadaan yang sebenarnya pada waktu sekarang, segala sesuatu yang
merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen
dan mogen. Dapat disimpulkan bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang
terjadi.
Jika dilihat dari pengertian diatas maka das
seinnya adalah proses bayi tabung. Dan das sollennya adalah aturan,
hukum atau norma tentang bayi tabung baik dari segi moral maupun agama.
Bayi tabung merupakan peristiwa konkrit das sein
(kejadian sebenarnya) jika ada alasan yang kuat untuk melakukannya. Misalkan
kondisi rahim ibu yang kurang sehat.
Sedangkan das sollennya (hukum/norma) dari bayi
tabung boleh atau tidaknya halal atau haram disesuaikan dengan hal-hal dibawah
ini :
2 hal yang membuat bayi tabung boleh /halal:
·
Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung
telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam
rahim istrinya.
·
Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke
dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk
disemaikan.
5 hal yang membuat bayi tabung tidak boleh /
haram :
·
Sperma yang diambil dari pihak laki-laki
disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
·
Indung telur yang diambil dari pihak wanita
disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya
kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
·
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut
diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita
lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
·
Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal
dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
·
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut
diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya yang lain.
Jadi
peristiwa konkrit (das sein) memerlukan das sollen untuk menjadi
peristiwa hukum. Begitu pula sebaliknya, dunia norma (das sollen) juga
memerlukan peristiwa konkrit (das sein) untuk menjadi peristiwa hukum.
Dengan
ini ilmu dan moral tidak bisa dipisahkan. Asas moral yang terkandung dalam
kegiatan keilmuan merupakan sumbangan positif baik bagi pembentukan manusia perorangan maupun
pembentukan karakter bangsa. Untuk itu maka aspek keilmuan sebaiknya
mendapatkan perhatian yang lebih sungguh-sungguh dari para pendidik dan
masyarakat keilmuan.
3.
Analisi
dan pandangan
- Pandangan bayi tabung dari sudut
medis/proses ilmu
Bayi
tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel
telur dalam suatu wadah khusus. Pada
kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini
berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai
menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang
mengikuti program bayi tabung tersebut.
Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan
dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.
Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu
yang memiliki gangguan pada saluran tubanya.
Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh
indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya
menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam bayi tabung proses ini terjadi dalam
tabung dan setelah terjadi pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke
rahim wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal
Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan
dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia.
Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan moral,
etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan pengaturan
yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap
semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan
tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung
tinggi hak asasi manusia.
- Pandangan dalam hukum Medis
Di Indonesia, hukum dan
perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1. UU Kesehatan no. 36 tahun
2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.) Hasil pembuahan sperma dan
ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana
ovum berasal;
b.) dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c.) pada fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No.
72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang
berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan
Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Pasal-pasalnya antara lain:
a.) Teknologi reproduksi buatan adalah upaya
pembuahan sel telur dengan sperma di luar cara alami, tidak termasuk kloning;
b.) Persetujuan tindakan
medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien;
- Pandangan dalam proses Moral/Etika
Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi
ketimuran kita. Sebagian agamawan menolak adanya fertilisasi in vitro pada
manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi
terhadap “karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut
berarti ikut campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak
prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu
terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara
suami-istri yang sah menurut agama.
Aspek Human Rigths:
Dalam DUHAM dikatakan
semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara. Pengakuan hak-hak
manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak
reproduksi.
Dalam kasus ini,
meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki yang
bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut,
namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana,
hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di
Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi
tabung tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari
pasangan yang sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma, atau ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus,
sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita
lain alias pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju
mengatakan bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si
bayi di beri makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan
bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang
bukan muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127
ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan
tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil
pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut,
untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana
Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan
pada inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru
kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang
diinginkan.
Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan
banyak pihak, tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah
kesimpulan dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang
disampaikan oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing
Medical Education yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari
2009, dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli
biologi kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika, yang
didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara lain:
1. Riset biomedik pada manusia
harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan didasarkan pada pengetahuan yang
adekuat dari literatur ilmiah.
2. Desain dan pelaksanaan
experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol untuk kemudian
diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi
komentar dan kalau perlu bimbingan.
3. Penelitian biomedik pada
manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan kualifikasi keilmuan
yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.
- Pandangan dalam Hukum Islam
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul
dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya
tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung
pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu kepada
pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.
Disamping harus dikaji
secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara
komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya
genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan
bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal
ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
a. Bayi tabung yang dilakukan
dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam
rahim wanita lain walau istrinnya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri
yang berpoligami) baik dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah,
asalkan kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi
buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami, suami
istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan
dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan
adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih nasabnya.
Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting) bagi
suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih
menentukan bahwa “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan
seperti dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa
membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”
b. Bayi tabung yang
dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor, haram hukumnya
karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak yang dilahirkan melalui proses
bayi tabung tersebut tidak sah dan nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang
melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram system bayi tabung yang menggunakan sperma
mantan suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat
perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
c. Haram hukumnya bayi tabung
yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami istri yang terikat perkawinan
yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer kedalam
rahim wanita lain atau bukan ibu genetic (bukan istri atau istri lain bagi
suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi tabung
yang menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi
darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap haram
walaupun darurat sekalipun.
DAFTAR RUJUKAN
Soimin, Soedharyo S.H. Kitab undang-undang hukum
perdata. 1995. Diterbitkan oleh sinar grafika, jakarta
Guwandi. J S.H. HUKUM dan DOKTER. 2007 diterbitkan
oleh CV. Sagung Seto, jakarta
http://fachri-kencana.blogspot.com/2010/11/bayi-tabung.html diakses tanggal 26 September 2013 pukul
6:12
http://www.unsika.ac.id/sites/default/files/upload/DAS%20SEIN%20%26%20DAS%20SOLLEN.pdf.
Diakses tanggal 30 september 2013 pukul 21:54
0 comments:
Post a Comment