Saturday, August 9, 2014

konteks proses bayi tabung di Indonesia

TUGAS FILSAFAT ILMU
Dilaporan oleh: Ibdaul Latifah
Angga Debby Frayudha
Publiser angga Debby Frayudha



SOAL :
1.        Di dalam metafisika keilmuan terdapat das sein dan das sollen , analisis hal tersebut dalam konteks proses bayi tabung di Indonesia!

PEMBAHASAN
1.      Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau lebih dikenal dengan istilah inseminasi buatan bukanlah wacana baru yang kita lihat pada tataran empirik saat ini.  Namun permasalahan ini masih aktual saja untuk dibicarakan maupun didiskusikan terutama bagi kalangan akademis, intelektualis yang tentunya harus perspektif dalam memahami suatu permasalahan, bukan menjadi masalah bagi dirinya sendiri. Bayi tabung atau pembuahan in vitro adalah sebuah teknik pembuahan yang  sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Ini merupakan salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Proses bayi tabung adalah proses dimana sel telur wanita dan sel sperma pria diambil untuk menjalani proses pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot kemudian dimasukkan ke dalam rahim sampai dilahirkan.
 







2.        Pengertian das sein dan das sollen.
Sebelum kita membahas bayi tabung menurut das sein dan das sollen terlebih dulu kita pahami makna dari das sein dan das sollen.
Ø  Das sollen : segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap. Berarti apa yang dicita-citakan; apa yang harus ada nanti. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.

Ø  Das sein : berarti keadaan yang sebenarnya pada waktu sekarang, segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat disimpulkan bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.
Jika dilihat dari pengertian diatas maka das seinnya adalah proses bayi tabung. Dan das sollennya adalah aturan, hukum atau norma tentang bayi tabung baik dari segi moral maupun agama.
Bayi tabung merupakan peristiwa konkrit das sein (kejadian sebenarnya) jika ada alasan yang kuat untuk melakukannya. Misalkan kondisi rahim ibu yang kurang sehat.
Sedangkan das sollennya (hukum/norma) dari bayi tabung boleh atau tidaknya halal atau haram disesuaikan dengan hal-hal dibawah ini :
2 hal yang membuat bayi tabung boleh /halal:
·                 Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
·                 Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.
   5 hal yang membuat bayi tabung tidak boleh / haram :
·               Sperma yang diambil dari pihak laki-laki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
·               Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.
·               Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.
·               Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
·               Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.
Jadi peristiwa konkrit (das sein) memerlukan das sollen untuk menjadi peristiwa hukum. Begitu pula sebaliknya, dunia norma (das sollen) juga memerlukan peristiwa konkrit (das sein) untuk menjadi peristiwa hukum.
Dengan ini ilmu dan moral tidak bisa dipisahkan. Asas moral yang terkandung dalam kegiatan keilmuan merupakan sumbangan positif baik  bagi pembentukan manusia perorangan maupun pembentukan karakter bangsa. Untuk itu maka aspek keilmuan sebaiknya mendapatkan perhatian yang lebih sungguh-sungguh dari para pendidik dan masyarakat keilmuan.
3.        Analisi dan pandangan
    1. Pandangan bayi tabung dari sudut medis/proses ilmu
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus.  Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba.  Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang mengikuti program bayi tabung tersebut.  Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.  Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya.  Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut.  Dalam bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke rahim wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal
Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

    1. Pandangan dalam hukum Medis
            Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
1.      UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.)    Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.)    dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c.)    pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.      Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup. Pasal-pasalnya antara lain:
a.) Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di luar cara alami, tidak termasuk kloning;
b.) Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien;




    1. Pandangan dalam proses Moral/Etika

Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi ketimuran kita.  Sebagian agamawan  menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara suami-istri yang sah menurut agama.
Aspek Human Rigths:
            Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak reproduksi.
            Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma,  atau ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim. Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan banyak pihak, tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah kesimpulan dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang disampaikan oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari 2009, dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli biologi kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika, yang didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara lain:
1. Riset biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan didasarkan pada pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.
2. Desain dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.
3. Penelitian biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.
    1. Pandangan dalam Hukum Islam
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu kepada pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya kemaslahatan suami istri.
        Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.
         Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
a. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain walau istrinnya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri yang berpoligami) baik dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah, asalkan kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami, suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah serta bersih nasabnya. Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan yang sangat penting) bagi suami istri yang gagal memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih menentukan bahwa “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang.”
b. Bayi tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum dari donor, haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram system bayi tabung yang menggunakan sperma mantan suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
c. Haram hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari suami istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan ibu genetic (bukan istri atau istri lain bagi suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak mentolerir perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun darurat sekalipun.








DAFTAR RUJUKAN

Soimin, Soedharyo S.H. Kitab undang-undang hukum perdata. 1995. Diterbitkan oleh sinar grafika, jakarta
Guwandi. J S.H. HUKUM dan DOKTER. 2007 diterbitkan oleh CV. Sagung Seto, jakarta
http://fachri-kencana.blogspot.com/2010/11/bayi-tabung.html diakses tanggal 26 September 2013 pukul 6:12



Share:

0 comments:

Post a Comment