Saturday, August 9, 2014

Konservasi Pendidikan

Publiser angga Debby Frayudha

Latar belakang

Filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically (Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:3). D.C. Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsaat, 1966:10) mendefinisikan filsafat sebagai pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. William James (Encyclopedia of Philosophy, 1967:219) menyimpulkan bahwa filsafat adalah a collective name for question which have not been answered to the satisfication of all that have asked them. Namun, dengan mengatakan bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang hanya logis, Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Sisdiknas) adalah merupakan aturan pelaksanaan dari landasan dan struktural negara kita yaitu Pancasila dan UUD Tahun1945. UU ini adalah merupakan dasar hukum pelaksanaan dan reformasi Sistem Pendidikan Nasional karena UU ini juga memuat visi,misi, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional. Dengan adanya sistem pendidikan nasional seperti sekarang ini (UU No. 20 Tahun 2003 ) itu berarti akan memberikan kesempatan kepada setiap warga negara mendapatkan pendidikan, dan jika seorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar maka mereka bisa menunutut hak itu kepada pemerintah. Untuk mewujudkan Pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing dalam kehidupan global, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan harus berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.
Untuk itu, pendidikan yang baik perlu dibekali dengan ilmu-ilmu kontekstual terkait lingkungan hidup dan konservasi melalui program pendidikan konservasi. Pendidikan konservasi merupakan sarana membentuk sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi serta komitmen untuk ikut memecahkan masalah konservasi dan lingkungan hidup dan mencegah timbulnya permasalahan lingkungan. Dan salah satu indikator untuk mengembangkan pendidikan yang berbasis konservasi yaitu kurikulum lingkungan berbasis alam dan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berbasis tadabur alam, sehingga pengembangan dan pelaksanaan pendidikan konservasi merupakan komponen yang penting dalam mewujudkan program eco-pendidikan.
Rumusan masalah
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang lahir dari masyarakat dan mendapat dukungan dari masyarakat, serta memberikan pelajaran yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, dengan indikasi bertanggung jawab, peka terhadap lingkungan, berkembang, dapat memberikan perhatian yang seimbang antara pribadi dan masyarakat, pewaris perjuangan, motivator, katalisator masyarakat, dan berilmu. Oleh karena itu diharapkan pendidikan berbasis konservasi seharusnya mampu menjawab kebutuhan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan sekitar bahkan bertujuan untuk melestarikan lingkungan.
Berdasarkan keterangan di atas, perumusan masalah yang dapat diidentifikasi yaitu :
1. Bagaimana perspektif filsafat ilmu dalam manajemen pendidikan berbasis konservasi ?
2. Bagaimana persepsi para pihak tentang pelaksanaan pendidikan konservasi ?
3. Bagaimana program pelaksanaan pendidikan konservasi ?
4. Bagaimana rancangan program pendidikan konservasi ?
Pembahasan
3.1 Pendidikan Konservasi
Definisi dan Tujuan Pendidikan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah suatu cara proses kegiatan dalam memberikan informasi dan penyadaran masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya kepada ekosistemnya kepada masyarakat (Dephut 2007).
Pendidikan konservasi adalah suatu usaha sadar yang dilakukan berulang-ulang/terus menerus yang bertujuan supaya masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap konservasi sumberdaya alam dan segala permasalahannya yang memiliki pengetahuan, sikap, keahlian, motivasi, dan komitmen untuk ikut memecahkan masalah konservasi (Dephut 2007).
Tujuan pendidikan konservasi (Dephut 2007) adalah :
1.         Mengembangkan kepekaan individu dan kelompok komunitas dan bangsa-bangsa terhadap konservasi sumberdaya alam
2.         Memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mendapatkan kesadaran, pengetahuan, keahlian, dan komitmen untuk melakukan konservasi sumberdaya alam
3.         Membentuk pola perilaku yang ramah terhadap sumberdaya alam
4.         Mengembangkan etika konservasi
5.         Memberantas buta konservasi
6.         Meningkatkan kualitas sumberdaya alam
7.         Pelaksanaan Pendidikan Konservasi melalui Jalur Formal
8.         Pelaksanaan pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan hidup di sekolah menurut Masy‟ud (2001) dapat dilakukan dengan strategi dasar, sebagai berikut :
1. Pendekatan pembelajaran dapat ditempuh melalui pendekatan kurikuler dengan cara integrasi atau dikembangkan sebagai kajian khusus dengan pendekatan monolitik (MULOK), atau dikenal sebagai metode infuse dan block (Leksono 2008).
2. Pelaksanaannya di sekolah sebaiknya tetap menggunakan satuan organisasi pendidikan yang sudah ada dalam struktur.
3. Pengembangan PLH di sekolah dapat dilakukan baik level sekolah (program sekolah), juga perlu didorong pengembangannya pada level kelas atau bidang studi (mata pelajaran) dengan melibatkan sebanyak mungkin peran guru.
4. Untuk menjamin keberhasilannya, pelaksanaan PLH harus dilakukan secara berkelanjutan dan taat asas (konsisten), baik pada level sekolah, kelas, atau mata pelajaran. Dalam hal ini setiap sekolah dapat mengembangkan jaringan kemitraan dengan institutsi lain yang menaruh minat dan perhatian dalam bidang pendidikan dan/atau lingkungan.
5. Untuk mengukur keberhasilannya, perlu dilakukan kegiatan evaluasi dan pemantauan secara teratur dan berkesinambungan.
6. Penerapan prinsip “Reward and punishment” (penghargaan dan hukuman) kepada setiap pelaku (guru, sekolah maupun instansi pembina terkait) penting dilakukan untuk mendorong perkembangan pelaksanaan PLH di sekolah-sekolah.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan konservasi melalui jalur sekolah (formal) maka unsur kunci yang harus diperhatikan adalah kurikulum sekolah, guru, sarana pendidikan yang tersedia serta siswa (latar belakang, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan geografisnya (Muntasib 1998). Pengembangan pendidikan konservasi di lingkungan sekolah dapat dilakukan di di dalam kelas dan di luar kelas. Pelaksanaan di dalam kelas dapat dilakukan dengan berbagai cara (Rachmawati 2000), diantaranya :
1. Materi atau bahan mengenai pendidikan konservasi dimasukkan ke dalam setiap mata pelajaran yang ada.
2. Memadukan atau menyatukan materi pendidikan konservasi ke dalam materi bidang studi atau mata pelajaran tertentu.
3. Menyisipkan beberapa pokok bahasan di dalam pembahasan suatu mata pelajaran.
4. Membuat soal-soal mengenai pendidikan konservasi.
Pelaksanaan pendidikan konservasi di luar kelas merupakan kelanjutan dari apa yang sudah diberikan di dalam kelas (Rachmawati 2000). Menurut Suyudi (2008), penerapan pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan hidup dibutuhkan para pelatih atau guru yang diharapkan dapat menerapkan dan melanjutkan bahkan bila mampu mengembangkan program tersebut dari pengalaman yang diperoleh selama menjalankan programnya. Disamping itu, juga dibutuhkan persiapan lain mulai dari penyusunan silabus, pembuatan modul, penyiapan calon trainer dan fasilitator, penyiapan core team yang akan menjadi advisory sekaligus technical asistance bagi para guru dan pelatih, uji coba modul serta penyempurnaan modul dari proses uji coba. Melalui serangkaian kegiatan di atas, diharapkan modul pendidikan lingkungan hidup dapat diimplementasikan menjadi muatan lokal di sekolah tingkat dasar dan menengah sebagai langkah membangun kesadaran baru dalam melestarikan lingkungan hidup bagi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang
Metode yang dapat digunakan untuk pelaksanaan pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan hidup antara lain demonstrasi, percobaan (eksperimen), penyelidikan (inquiry), karyawisata/widyawisata (fieldtrip), pengajaran proyek, diskusi, studi kasus, bermain peran, simulasi, brainstorming, dan kontrak belajar (Masy‟ud 2001; Adisenjaja dan Romiah 2009).
3.3 Perencanaan Program Pendidikan Konservasi
Salah satu komponen penting dalam proses pendidikan adalah kurikulum yang tepat dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat (Masy‟ud 2002). Kurikulum yang tepat dan relevan tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan pendidikan yang bermutu sesuai standar mutu nasional maupun internasional, yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Kurikulum yang dikembangkan berbasis kompetensi, menetapkan apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dalam setiap tingkatan belajar (pendidikan). Setiap kompetensi menggambarkan langkah kemajuan siswa menuju kompetensi (kemampuan) pada tingkat lebih tinggi. Suatu kompetensi adalah suatu pernyataan tentang apa yang sepantasnya dapat dilakukan siswa secara terus menerus (permanen) dalam suatu kajian atau mata pelajaran pada suatu tingkat tertentu.
Pengembangan kurikulum ini menyangkut empat komponen kurikulum (Masy‟ud 2002), yaitu:
1. Menentukan Tujuan
Rumusan tujuan disusun berdasarkan analisis terhadap berbagai tuntutan kebutuhan dan harapan masyarakat dengan memperhatikan filsafat, faktor-faktor kebutuhan masyarakat, maupun siswa, sesuai kondisi lingkungan yang ada seperti di perkotaan dan pedesaan.
2. Menetapkan Isi (bahan)
Isi kurikulum menunjukkan materi yang diberikan kepada siswa selama mengikuti proses pendidikaan atau proses belajar mengajar. Rumusan materi yang akan diberikan dapat berupa masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan dan kondisi lingkungan fisik, biotik, dan sosial budaya yang dipelajari untuk mencapai tujuan.
3. Merumuskan Kegiatan Belajar Mengajar (Proses)
Kegiatan belajar mengajar mencakup penentuan metode dan keseluruhan proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sehingga harus diarahkan pada cara belajar mandiri (CBM) dan sekolah berbasis manajemen (SBM).
4. Menentukan Evaluasi
Evaluasi banyak bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Hal ini sangat penting dalam rangka menghasilkan balikan (feedback) untuk mengadakan perbaikan. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan terus menerus baik terhadap hasil maupun proses belajar.
Langkah-langkah dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun silabus kurikulum menurut Shaleh (2005) yaitu :
a. Menelaah standar kompetensi dasar dan hasil belajar dengan mempertimbangkan ciri khas satuan pendidikan sosial keagamaan, sosial budaya, lingkungan setempat dan usia perkembangan anak.
b. Menetapkan tujuan pembelajaran
c. Menetapkan satuan bahan ajar yang dilengkapi dengan uraian/ruang lingkup masing-masing
d. Mempertimbangkan bobot bahan ajar dan memantapkan alokasi waktu yang diperlukan
e. Menetapkan sumber belajar utama yang akan dipergunakan siswa untuk mencapai kemampuan yang ditetapkan
Aspek yang termasuk dalam kegiatan penyusunan silabus menurut Shaleh (2005) meliputi: menetapkan format dan isi silabus, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator kompetensi, materi pembelajaran, metode dan langkah pembelajaran, alokasi waktu dan tempat, sarana dan sumber belajar, dan penilaian.
3.4 Penyelenggaraan Pendidikan Konservasi
Pendidikan konservasi merupakan salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan eco-sekolah. Pendidikan konservasi untuk siswa di sekolah sebagai wujud aplikasi proses belajar mengajar materi konservasi dan lingkungan hidup berdasarkan ajaran Islam dan wujud partisipasi pelestarian lingkungan
Penyampaian materi konservasi dalam bentuk pendidikan konservasi menjadi bekal bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa, yang akan menjadi anggota masyarakat, pengambil keputusan, dan pelaku lingkungan. Penyampaian materi konservasi untuk siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi maupun berupa kegiatan ekstrakurikuler.
Kementerian Lingkungan Hidup RI (2008) menyatakan bahwa model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah salah satunya dengan memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.
Bapedalda DIY (2006) menyatakan bahwa mewujudkan pendidikan berwawasan lingkungan hidup adalah kegiatan yang strategis untuk menumbuh kembangkan kesadaran dan kearifan lingkungan melalui penghayatan oleh seluruh warga sekolah atau suatu institusi formal lainya, terutama siswa atau mahasiswa. Sub unit pengelolaan kegiatan belajar mengajar berwawasan lingkungan hidup dengan menyusun materi wawasan lingkungan hidup yang diberikan kepada siswa sebagai pedoman, yang disusun dalam bentuk tulisan (buku, leaflet, brosur, dll) atau disampaikan langsung dalam program ekstrakurikuler yang dapat dikerjasamakan dengan lembaga/instansi terkait. Kegiatan belajar mengajar berwawasan lingkungan hidup juga dapat berupa pelaksanaan kegiatan cinta lingkungan melalui program kegiatan siswa dan atau kegiatan sosial lain yang diprakarsai oleh sekolahan (Bapedalda DIY 2006).
Kekuatan (Strengths)
1. Kebijakan Pimpinan sekolah yang mendorong adanya pendidikan konservasi.
2. Secara umum, guru bersedia mengintegrasikan materi pendidikan konservasi pada mata pelajaran yang diajarkan.
3. Adanya keinginan yang kuat dari mayoritas siswa untuk mewujudkan suasana kehidupan sekolah yang berwawasan lingkungan.
4. Adanya keinginan kuat dari keseluruhan siswa untuk mengikuti penyelenggaraan pendidikan konservasi.
5. Memiliki lahan yang luas dan prasarana fisik lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang penyelenggaraan program pendidikan konservasi.
6. Memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna di lingkungan sekolah yang dapat dikembangkan sebagai sumber pembelajaran.
7. Memiliki program-program lingkungan yang telah dan akan dilaksanakan oleh sekolah.
8. Memiliki keberagaman mata ajaran yang dapat menjadi wadah integrasi materi konservasi.
b. Kelemahan (Weaknesses)
1. Sebagian besar guru belum memiliki kompetensi mengajar pendidikan konservasi.
2. Ada sebagian kecil guru yang belum bersedia mengintegrasikan materi pendidikan konservasi pada mata ajaran yang diasuhnya.
3. Ketersediaan sarana/peralatan laboratorium masih kurang.
4. Beban mata ajaran yang ada sudah padat, sehingga tidak memungkinkan untuk penambahan mata ajaran baru.
Program Pendidikan Konservasi
5.9.1 Prinsip Implementasi Program Pendidikan Konservasi
Program pendidikan konservasi disusun berdasarkan strategi prioritas yang diperoleh dari analisis dengan pendekatan SWOT. Program ini terdiri dari tema yang akan dijabarkan menjadi beberapa kegiatan yang merupakan gabungan beberapa materi. Program ini bertujuan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Program pendidikan konservasi di sekolah disusun sebagai berikut:
A. Tema Program
Program ini diberi tema “Mengembangkan Siswa Pro Konservasi”. Siswa pro konservasi yaitu siswa yang memiliki kemampuan dan komitmen untuk melakukan upaya konservasi. Siswa pro konservasi sangat diperlukan untuk turut serta membantu menyelesaikan permasalahan lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, diperlukan program pendidikan konservasi bagi siswa.
B. Tujuan
Tujuannya adalah menjadi program unggulan sekolah yang mampu mewujudkan lulusan siswa yang beriman dan bertaqwa serta membentuk siswa agar memiliki pengetahuan dan wawasan terhadap konservasi, sehingga akan muncul sikap pro konservasi yang pada akhirnya nanti akan muncul perilaku dan mampu menerapkan keterampilan-keterampilan pemanfaatan sumberdaya serta mampu menyebarluaskan konsep dan teknis konservasi kepada masyarakat.
C. Pelaksana
Kurikuler Pelaksana program ini yaitu yaitu guru dengan pendekatan integratif dengan pendekatan ekstrakurikuler. Pendekatan integratif perlu adanya kesediaan guru untuk mengintegrasikan materi konservasi pada mata ajaran yang diampunya.
Persyaratan lain yaitu guru harus memiliki kompetensi yang memadai sehingga dapat menyampaikan materi konservasi dengan maksimal tanpa harus mengurangi atau mengubah kandungan asli mata ajaran yang menjadi wadah materi konservasi. Apabila materi konservasi yang disisipkan bersifat menambah kompetensi dasar, maka konsekuensi harus ada penambahan jam pelajaran, akan tetapi apabila materi konservasi yang disisipkan hanya berupa pengkayaam materi dengan memperbanyak contoh-contoh dan studi kasus maka tidak perlu menambah jam pelajaran.
D. Ekstrakurikuler
Pendidikan konservasi di sekolah dapat dilaksanakan dengan pendekatan ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru “kader konservasi” di bawah Organisasi Pelajar. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dapat berupa ekstrakurikuler wajib maupun pilihan.
E. Materi Pengajaran
Materi pengajaran pada program pendidikan konservasi dikelompokkan ke dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik berdasarkan kajian karakteristik bio-fisik dan sosekbud lingkungan sekolah, serta disesuaikan dengan isu permasalahan lingkungan aktual tingkat lokal, nasional, maupun global.
F. Metode Pelaksanaan Program
Program akan dilaksanakan melalui pemberian teori dan praktek, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Metode pembelajaran meliputi kombinasi dari berbagai metode dengan tujuan untuk menghindari kejenuhan siswa terhadap materi yang disampaikan, yaitu meliputi diskusi, bermain peran (role playing), percobaan (eksperimen), karyawisata (fieldtrip), pengamatan langsung (observasi), penyelidikan (inquiry), dan pengajaran proyek.
Shaleh (2005) mengemukakan bahwa banyak metode belajar-mengajar yang telah dikenal guru, akan tetapi, bagaimana menggunakan suatu metode dengan pendekatan keterampilan agar dapat menunjang siswa belajar aktif masih menjadi problem. Hal ini akan menjadi titik tolak uraian dalam peninjauan diagram yang menggambarkan hubungan antara beberapa metode yang dianggap
cukup penting dalam pengaturan cara belajar, yaitu: metode pemberian tugas, metode demonstrasi dan eksperimen, metode proyek, metode diskusi, metode karyawisata, metode tanya jawab, metode sosiodrama dan bermain peran, metode bercerita, metode latihan, dan metode ceramah (Shaleh 2005).
G. Media Pembelajaran
Media pembelajaran berdasarkan taksonomi Leshin et al. (1992) dalam Arsyad (2009) ada beberapa tingkatan. Pertama, media berbasis manusia yang terdiri dari guru, tutor, instruktur, main peran, kegiatan kelompok, dll. Kedua, media berbasis cetakan yang terdiri dari buku, penuntun, buku kerja/latihan, dan lembaran lepas. Ketiga, Media berbasis visual yang terdiri dari buku, charts, grafik, peta, figur/gambar, transparansi, dan film bingkai atau slide. Keempat, media berbasis audio-visual yang terdiri dari video, film, slide bersama tape, dan televisi. Kelima, media berbasis komputer yang terdiri dari pengajaran dengan bantuan komputer dan video interaktif
Media yang digunakan meliputi media cetak, media elektronik, dan lingkungan. Hamalik (1986) dalam Arsyad (2009) menyatakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Arsyad (2009) menyatakan bahwa media disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, perlu dirancang dan dikembangkan lingkungan pembelajaran yang interaktif yang dapat menjawab dan kebutuhan belajar perorangan dengan menyiapkan kegiatan pembelajaran dengan medianya yang efektif guna menjamin terjadinya pembelajaran. Oleh karena itu, media yang akan digunakan yaitu media pembelajaran konvensional dengan metode modern.
H. Alokasi Waktu
Program pendidikan konservasi dengan pendekatan integratif dilaksanakan dengan menyesuaikan alokasi waktu standar kompetensi mata ajaran yang
menjadi wadah integrasi yaitu 40 menit/jam pelajaran. Waktu penyampaian materi disesuaikan dengan waktu penyampaian pokok pelajaran.
Program pendidikan konservasi dengan pendekatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun dengan waktu pertemuan satu kali dalam seminggu, pada hari Jumat. Waktu setiap kali pertemuan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Satu pertemuan minimal dalam durasi waktu selama 40 menit. Antara satu materi dengan materi lain tidak sama penggunaan alokasi waktu, tergantung dengan banyak sedikitnya materi yang akan disampaikan dan praktek yang akan dilaksanakan.
I. Evaluasi
Alat penilaian menurut Shaleh (2005) ada yang berbentuk tes dan ada yang berbentuk non-tes. Alat penilaian berbentuk tes merupakan semua alat penilaian yang hasilnya dapat dikategorikan menjadi benar dan salah, misalnya penilaian untuk mengungkapkan aspek kognitif dan psikomotorik. Alat penilaian non-tes hasilnya tidak dapat dikategorikan benar salah, dan umumnya dipakai untuk mengungkapkan aspek afektif.
Evaluasi dalam program pendidikan konservasi ini dilakukan dengan tertulis dan non tertulis. Tertulis dilakukan dengan tes maupun kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa, sedangkan non tertulis dilakukan dengan diskusi, pengamatan sikap dan hasil karya untuk mengukur tingkat sikap dan juga keterampilan siswa.
J. Rincian Program
Pembelajaran pendidikan konservasi menggunakan pendekatan kurikuler dan nonkurikuler. Pendekatan kurikuler dengan cara integratif, sedangkan pendekatan non-kurikuler dalam bentuk ekstrakurikuler dengan membentuk club baru.
5.9.2 Implementasi Program Pendidikan Konservasi dengan Pendekatan Integratif
a. Mata Pelajaran Wadah Integrasi
Pelaksanaan pendidikan konservasi dengan pendekatan integratif yaitu dengan menyisipkan materi konservasi pada mata ajaran yang sudah ada. Mata
pelajaran yang menjadi wadah integrasi merupakan mata ajaran yang memiliki daya serap baik oleh siswa dan juga mata pelajaran yang memiliki muatan materi yang berkaitan dengan materi konservasi.
Pendekatan integratif akan menyisipkan pesan konservasi pada mata ajaran yang telah ditetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya per pokok bahasan pada tiap jenjang kelas dan program . Mata ajaran yang mengacu pada kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu mata ajaran biologi, sosiologi, bahasa Inggris. Mata pelajaran yang mengacu pada kurikulum Kementerian Agama RI sesuai dengan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab Madrasah yaitu mata ajaran al-qur‟an hadits, fiqih, aqidah akhlak, dan bahasa Arab. Mata pelajaran yang mengacu pada kurikulum sekolah yang sifatnya lokal sesuai dengan kebijakan sekolah yaitu komputer dll.
b. Materi Pendidikan Konservasi yang diintegrasikan
Materi pendidikan konservasi yang diintegrasikan meliputi:
1. Penanaman
2. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
3. Konvensi nasional dan internasional tentang keanekaragaman hayati
4. Perubahan iklim
5. Pengelolaan sampah dan limbah
6. Islam dan lingkungan

Implementasi Program Pendidikan Konservasi dengan Pendekatan Ekstrakurikuler
Pendidikan konservasi di Sekolah Darul Muttaqien dapat dilaksanakan dengan pendekatan ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru “kader konservasi” di bawah Organisasi Pelajar Darul Muttaqien (OPDM). Kegiatan ekstrakurikuler di Sekolah Darul Muttaqien dapat berupa ekstrakurikuler wajib maupun pilihan.
Kementerian Lingkungan Hidup (2008) menyatakan bahwa indikator dan kriteria program eco-sekolah salah satunya dengan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berbasis tadabbur alam. Warga pondok sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup untuk mewujudkan pondok sekolah yang ramah lingkungan. Pondok sekolah juga perlu melibatkan masyarakat di sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi warga pondok sekolah dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di pondok sekolah antara lain:
1. Mengadakan kegiatan tadabbur alam
2. Berperan aktif dalam kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh berbagai pihak
3. Membangun jejaring dan kemitraan dengan lembaga terkait
4. Memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di pondok sekolah
Program ekstrakurikuler menurut Shaleh (2005) merupakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan siswa agar memiliki kemampuan dasar penunjang. Kegiatan-kegiatan dalam program ekstrakurikuler diarahkan kepada upaya memantapkan pembentukan kepribadian siswa. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran yang materinya tidak terdapat dalam uraian kompetensi dasar atau silabus pendidikan mata pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah dengan maksud memperluas pengetahuan dan wawasan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah secara umum dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan jenis, meliputi (Shaleh 2005):
a. Pembinaan keimanan dan ketakwaan
b. Pembinaan berbangsa dan bernegara
c. Pembinaan kepribadian dan akhlak mulia
d. Pembinaan berorganisasi dan kepemimpinan
e. Pembinaan keterampilan dan kewiraswastaan
f. Pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi
g. Pembinaan persepsi, apresiasi, dan kreasi seni
Shaleh (2005) menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat terlaksana dengan baik dan memperoleh hasil serta manfaat yang optimal, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Adanya program kerja atau kerangka acuan untuk masing-masing kegiatan ekstrakurikuler
2. Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya diadakan di luar jam belajar efektif, yaitu pada waktu liburan. Rancangan kegiatan ini dimasukkan dalam RAPBS (Rencana Anggaran Pendanaan dan Belanja Sekolah).
3. Jenis program kegiatan ekstrakurikuler yang akan dilaksanakan oleh sekolah hendaknya diprioritaskan pada :
a. Kegiatan yang banyak diminati siswa
b. Ketersediaan pembina/instruktur yang mempunyai kemampuan, keterampilan, dan wawasan untuk kegiatan tersebut
c. Ketersediaan sarana dan prasarana serta dana yang mendukung
4. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut mendapat dukungan orang tua siswa
Rancangan program pendidikan konservasi dengan pendekatan ekstrakurikuler dilakukan menggunakan media elektronik, cetak, dan lingkungan. Sumber pustaka yang digunakan yaitu Al-Quran, Hadits, kitab kuning, dan buku teks, sedangkan metode evaluasi yang digunakan yaitu tertulis, non tertulis, dan observasi.

Kesimpulan
1. Sekolah memiliki potensi biofisik dan sosekbud yang potensial untuk menunjang pelaksanaan pendidikan konservasi yang didukung oleh persetujuan (99%) oleh para pihak, baik internal maupun eksternal sekolah.
2. Warga sekolah memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan terkait lingkungan yang beragam, namun cenderung kurang sehingga perlu diberikan pendidikan konservasi.
3. Program non kurikuler sekolah yang berkaitan dengan lingkungan yaitu inisiasi internal sekolah yang meliputi pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya air; dan inisiasi dari ekternal sekolah berupa kerjasama.
4. Program kurikuler sekolah yang berkaitan dengan lingkungan yaitu Biologi, Sosiologi, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Fiqih, Aqidah Akhlak, Al-Quran Hadits, Fiqih Kitab, Tafsir, dan Hadits.
5. Pendidikan konservasi di sekolah dapat dilaksanakan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kurikuler berupa integratif pada mata ajaran tersebut dengan penambahan kompetensi dasar maupun pengkayaan materi; dan pendekatan non kurikuler berupa ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru di bawah OPDM (Organisasi Pelajar Darul Muttaqien).


Share:

0 comments:

Post a Comment