Publiser angga Debby Frayudha
Latar belakang
Filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically
(Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:3). D.C.
Mulder (Pembimbing ke Dalam Ilmu Filsaat, 1966:10) mendefinisikan filsafat
sebagai pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan.
William James (Encyclopedia of Philosophy, 1967:219) menyimpulkan bahwa
filsafat adalah a collective name for question which have not been answered to
the satisfication of all that have asked them. Namun, dengan mengatakan bahwa
filsafat ialah hasil pemikiran yang hanya logis, Objek pengetahuan sain (yaitu
objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang empiris. Jujun S.
Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105) menyatakan
bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup
pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (
Sisdiknas) adalah merupakan aturan pelaksanaan dari landasan dan struktural
negara kita yaitu Pancasila dan UUD Tahun1945. UU ini adalah merupakan dasar
hukum pelaksanaan dan reformasi Sistem Pendidikan Nasional karena UU ini juga
memuat visi,misi, fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional. Dengan adanya sistem
pendidikan nasional seperti sekarang ini (UU No. 20 Tahun 2003 ) itu berarti
akan memberikan kesempatan kepada setiap warga negara mendapatkan pendidikan,
dan jika seorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan
belajar maka mereka bisa menunutut hak itu kepada pemerintah. Untuk mewujudkan
Pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan berdaya saing
dalam kehidupan global, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan harus
berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.
Untuk itu, pendidikan yang baik perlu dibekali dengan ilmu-ilmu
kontekstual terkait lingkungan hidup dan konservasi melalui program pendidikan
konservasi. Pendidikan konservasi merupakan sarana membentuk sumberdaya manusia
yang memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi serta komitmen
untuk ikut memecahkan masalah konservasi dan lingkungan hidup dan mencegah
timbulnya permasalahan lingkungan. Dan salah satu indikator untuk mengembangkan
pendidikan yang berbasis konservasi yaitu kurikulum lingkungan berbasis alam
dan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berbasis tadabur alam, sehingga
pengembangan dan pelaksanaan pendidikan konservasi merupakan komponen yang
penting dalam mewujudkan program eco-pendidikan.
Rumusan masalah
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang lahir dari masyarakat
dan mendapat dukungan dari masyarakat, serta memberikan pelajaran yang bisa
menjawab kebutuhan masyarakat, dengan indikasi bertanggung jawab, peka terhadap
lingkungan, berkembang, dapat memberikan perhatian yang seimbang antara pribadi
dan masyarakat, pewaris perjuangan, motivator, katalisator masyarakat, dan
berilmu. Oleh karena itu diharapkan pendidikan berbasis konservasi seharusnya
mampu menjawab kebutuhan masyarakat tanpa harus merusak lingkungan sekitar
bahkan bertujuan untuk melestarikan lingkungan.
Berdasarkan keterangan di atas, perumusan masalah yang dapat
diidentifikasi yaitu :
1. Bagaimana perspektif filsafat ilmu dalam manajemen pendidikan
berbasis konservasi ?
2. Bagaimana persepsi para pihak tentang pelaksanaan pendidikan
konservasi ?
3. Bagaimana program pelaksanaan pendidikan konservasi ?
4. Bagaimana rancangan program pendidikan konservasi ?
Pembahasan
3.1 Pendidikan Konservasi
Definisi dan Tujuan Pendidikan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya adalah suatu cara proses kegiatan dalam memberikan informasi
dan penyadaran masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya kepada ekosistemnya kepada masyarakat (Dephut 2007).
Pendidikan konservasi adalah suatu usaha sadar yang dilakukan
berulang-ulang/terus menerus yang bertujuan supaya masyarakat memiliki
kesadaran dan kepedulian terhadap konservasi sumberdaya alam dan segala
permasalahannya yang memiliki pengetahuan, sikap, keahlian, motivasi, dan
komitmen untuk ikut memecahkan masalah konservasi (Dephut 2007).
Tujuan pendidikan konservasi (Dephut 2007) adalah :
1.
Mengembangkan
kepekaan individu dan kelompok komunitas dan bangsa-bangsa terhadap konservasi
sumberdaya alam
2.
Memberikan
kesempatan kepada semua orang untuk mendapatkan kesadaran, pengetahuan,
keahlian, dan komitmen untuk melakukan konservasi sumberdaya alam
3.
Membentuk
pola perilaku yang ramah terhadap sumberdaya alam
4.
Mengembangkan
etika konservasi
5.
Memberantas
buta konservasi
6.
Meningkatkan
kualitas sumberdaya alam
7.
Pelaksanaan
Pendidikan Konservasi melalui Jalur Formal
8.
Pelaksanaan
pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan hidup di sekolah menurut Masy‟ud
(2001) dapat dilakukan dengan strategi dasar, sebagai berikut :
1. Pendekatan pembelajaran dapat ditempuh melalui pendekatan
kurikuler dengan cara integrasi atau dikembangkan sebagai kajian khusus dengan
pendekatan monolitik (MULOK), atau dikenal sebagai metode infuse dan block
(Leksono 2008).
2. Pelaksanaannya di sekolah sebaiknya tetap menggunakan satuan organisasi
pendidikan yang sudah ada dalam struktur.
3. Pengembangan PLH di sekolah dapat dilakukan baik level sekolah
(program sekolah), juga perlu didorong pengembangannya pada level kelas atau
bidang studi (mata pelajaran) dengan melibatkan sebanyak mungkin peran guru.
4. Untuk menjamin keberhasilannya, pelaksanaan PLH harus dilakukan
secara berkelanjutan dan taat asas (konsisten), baik pada level sekolah, kelas,
atau mata pelajaran. Dalam hal ini setiap sekolah dapat mengembangkan jaringan
kemitraan dengan institutsi lain yang menaruh minat dan perhatian dalam bidang
pendidikan dan/atau lingkungan.
5. Untuk mengukur keberhasilannya, perlu dilakukan kegiatan
evaluasi dan pemantauan secara teratur dan berkesinambungan.
6. Penerapan prinsip “Reward and punishment” (penghargaan dan
hukuman) kepada setiap pelaku (guru, sekolah maupun instansi pembina terkait) penting
dilakukan untuk mendorong perkembangan pelaksanaan PLH di sekolah-sekolah.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan konservasi melalui jalur sekolah
(formal) maka unsur kunci yang harus diperhatikan adalah kurikulum sekolah,
guru, sarana pendidikan yang tersedia serta siswa (latar belakang, sosial,
ekonomi, budaya, dan lingkungan geografisnya (Muntasib 1998). Pengembangan
pendidikan konservasi di lingkungan sekolah dapat dilakukan di di dalam kelas
dan di luar kelas. Pelaksanaan di dalam kelas dapat dilakukan dengan berbagai
cara (Rachmawati 2000), diantaranya :
1.
Materi atau bahan mengenai pendidikan konservasi dimasukkan ke dalam setiap
mata pelajaran yang ada.
2.
Memadukan atau menyatukan materi pendidikan konservasi ke dalam materi bidang
studi atau mata pelajaran tertentu.
3.
Menyisipkan beberapa pokok bahasan di dalam pembahasan suatu mata pelajaran.
4.
Membuat soal-soal mengenai pendidikan konservasi.
Pelaksanaan pendidikan konservasi di luar kelas merupakan
kelanjutan dari apa yang sudah diberikan di dalam kelas (Rachmawati 2000).
Menurut Suyudi (2008), penerapan pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan
hidup dibutuhkan para pelatih atau guru yang diharapkan dapat menerapkan dan
melanjutkan bahkan bila mampu mengembangkan program tersebut dari pengalaman
yang diperoleh selama menjalankan programnya. Disamping itu, juga dibutuhkan
persiapan lain mulai dari penyusunan silabus, pembuatan modul, penyiapan calon
trainer dan fasilitator, penyiapan core team yang akan menjadi advisory
sekaligus technical asistance bagi para guru dan pelatih, uji coba modul serta
penyempurnaan modul dari proses uji coba. Melalui serangkaian kegiatan di atas,
diharapkan modul pendidikan lingkungan hidup dapat diimplementasikan menjadi
muatan lokal di sekolah tingkat dasar dan menengah sebagai langkah membangun
kesadaran baru dalam melestarikan lingkungan hidup bagi kepentingan generasi
sekarang dan yang akan datang
Metode yang dapat digunakan untuk pelaksanaan pendidikan
konservasi/pendidikan lingkungan hidup antara lain demonstrasi, percobaan (eksperimen),
penyelidikan (inquiry), karyawisata/widyawisata (fieldtrip), pengajaran proyek,
diskusi, studi kasus, bermain peran, simulasi, brainstorming, dan kontrak
belajar (Masy‟ud 2001; Adisenjaja dan Romiah 2009).
3.3 Perencanaan Program Pendidikan Konservasi
Salah satu komponen penting dalam proses pendidikan adalah
kurikulum yang tepat dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat (Masy‟ud
2002). Kurikulum yang tepat dan relevan tersebut diharapkan dapat menghasilkan
lulusan pendidikan yang bermutu sesuai standar mutu nasional maupun
internasional, yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Kurikulum yang dikembangkan berbasis kompetensi, menetapkan apa yang diharapkan
dapat dicapai siswa dalam setiap tingkatan belajar (pendidikan). Setiap
kompetensi menggambarkan langkah kemajuan siswa menuju kompetensi (kemampuan)
pada tingkat lebih tinggi. Suatu kompetensi adalah suatu pernyataan tentang apa
yang sepantasnya dapat dilakukan siswa secara terus menerus (permanen) dalam
suatu kajian atau mata pelajaran pada suatu tingkat tertentu.
Pengembangan kurikulum ini menyangkut empat komponen kurikulum
(Masy‟ud 2002), yaitu:
1. Menentukan Tujuan
Rumusan tujuan disusun berdasarkan analisis terhadap berbagai
tuntutan kebutuhan dan harapan masyarakat dengan memperhatikan filsafat,
faktor-faktor kebutuhan masyarakat, maupun siswa, sesuai kondisi lingkungan
yang ada seperti di perkotaan dan pedesaan.
2. Menetapkan Isi (bahan)
Isi kurikulum menunjukkan materi yang diberikan kepada siswa selama
mengikuti proses pendidikaan atau proses belajar mengajar. Rumusan materi yang
akan diberikan dapat berupa masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan
dan kondisi lingkungan fisik, biotik, dan sosial budaya yang dipelajari untuk
mencapai tujuan.
3. Merumuskan Kegiatan Belajar Mengajar (Proses)
Kegiatan belajar mengajar mencakup penentuan metode dan keseluruhan
proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sehingga harus
diarahkan pada cara belajar mandiri (CBM) dan sekolah berbasis manajemen (SBM).
4. Menentukan Evaluasi
Evaluasi banyak bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Hal ini
sangat penting dalam rangka menghasilkan balikan (feedback) untuk mengadakan
perbaikan. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan terus menerus baik terhadap
hasil maupun proses belajar.
Langkah-langkah dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun
silabus kurikulum menurut Shaleh (2005) yaitu :
a. Menelaah standar kompetensi dasar dan hasil belajar dengan
mempertimbangkan ciri khas satuan pendidikan sosial keagamaan, sosial budaya,
lingkungan setempat dan usia perkembangan anak.
b. Menetapkan tujuan pembelajaran
c. Menetapkan satuan bahan ajar yang dilengkapi dengan uraian/ruang
lingkup masing-masing
d. Mempertimbangkan bobot bahan ajar dan memantapkan alokasi waktu
yang diperlukan
e. Menetapkan sumber belajar utama yang akan dipergunakan siswa
untuk mencapai kemampuan yang ditetapkan
Aspek yang termasuk dalam kegiatan penyusunan silabus menurut
Shaleh (2005) meliputi: menetapkan format dan isi silabus, kompetensi dasar,
hasil belajar, indikator kompetensi, materi pembelajaran, metode dan langkah
pembelajaran, alokasi waktu dan tempat, sarana dan sumber belajar, dan
penilaian.
3.4 Penyelenggaraan Pendidikan Konservasi
Pendidikan konservasi merupakan salah satu komponen penting dalam
penyelenggaraan eco-sekolah. Pendidikan konservasi untuk siswa di sekolah
sebagai wujud aplikasi proses belajar mengajar materi konservasi dan lingkungan
hidup berdasarkan ajaran Islam dan wujud partisipasi pelestarian lingkungan
Penyampaian materi konservasi dalam bentuk pendidikan konservasi
menjadi bekal bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa, yang akan menjadi
anggota masyarakat, pengambil keputusan, dan pelaku lingkungan. Penyampaian
materi konservasi untuk siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara
terintegrasi maupun berupa kegiatan ekstrakurikuler.
Kementerian Lingkungan Hidup RI (2008) menyatakan bahwa model
pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi dilakukan untuk memberikan
pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah salah satunya dengan
memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.
Bapedalda DIY (2006) menyatakan bahwa mewujudkan pendidikan
berwawasan lingkungan hidup adalah kegiatan yang strategis untuk menumbuh kembangkan
kesadaran dan kearifan lingkungan melalui penghayatan oleh seluruh warga
sekolah atau suatu institusi formal lainya, terutama siswa atau mahasiswa. Sub
unit pengelolaan kegiatan belajar mengajar berwawasan lingkungan hidup dengan
menyusun materi wawasan lingkungan hidup yang diberikan kepada siswa sebagai
pedoman, yang disusun dalam bentuk tulisan (buku, leaflet, brosur, dll) atau
disampaikan langsung dalam program ekstrakurikuler yang dapat dikerjasamakan
dengan lembaga/instansi terkait. Kegiatan belajar mengajar berwawasan
lingkungan hidup juga dapat berupa pelaksanaan kegiatan cinta lingkungan
melalui program kegiatan siswa dan atau kegiatan sosial lain yang diprakarsai
oleh sekolahan (Bapedalda DIY 2006).
Kekuatan (Strengths)
1. Kebijakan Pimpinan sekolah yang mendorong adanya pendidikan
konservasi.
2. Secara umum, guru bersedia mengintegrasikan materi pendidikan
konservasi pada mata pelajaran yang diajarkan.
3. Adanya keinginan yang kuat dari mayoritas siswa untuk mewujudkan
suasana kehidupan sekolah yang berwawasan lingkungan.
4. Adanya keinginan kuat dari keseluruhan siswa untuk mengikuti
penyelenggaraan pendidikan konservasi.
5. Memiliki lahan yang luas dan prasarana fisik lainnya yang dapat
digunakan untuk menunjang penyelenggaraan program pendidikan konservasi.
6. Memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna di lingkungan sekolah
yang dapat dikembangkan sebagai sumber pembelajaran.
7. Memiliki program-program lingkungan yang telah dan akan
dilaksanakan oleh sekolah.
8. Memiliki keberagaman mata ajaran yang dapat menjadi wadah
integrasi materi konservasi.
b. Kelemahan (Weaknesses)
1. Sebagian besar guru belum memiliki kompetensi mengajar
pendidikan konservasi.
2. Ada sebagian kecil guru yang belum bersedia mengintegrasikan
materi pendidikan konservasi pada mata ajaran yang diasuhnya.
3. Ketersediaan sarana/peralatan laboratorium masih kurang.
4. Beban mata ajaran yang ada sudah padat, sehingga tidak
memungkinkan untuk penambahan mata ajaran baru.
Program Pendidikan Konservasi
5.9.1 Prinsip Implementasi Program Pendidikan Konservasi
Program pendidikan konservasi disusun berdasarkan strategi
prioritas yang diperoleh dari analisis dengan pendekatan SWOT. Program ini
terdiri dari tema yang akan dijabarkan menjadi beberapa kegiatan yang merupakan
gabungan beberapa materi. Program ini bertujuan untuk mengembangkan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Program pendidikan konservasi di sekolah
disusun sebagai berikut:
A. Tema Program
Program ini diberi tema “Mengembangkan Siswa Pro Konservasi”. Siswa
pro konservasi yaitu siswa yang memiliki kemampuan dan komitmen untuk melakukan
upaya konservasi. Siswa pro konservasi sangat diperlukan untuk turut serta
membantu menyelesaikan permasalahan lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk itu, diperlukan program pendidikan konservasi bagi siswa.
B. Tujuan
Tujuannya adalah menjadi program unggulan sekolah yang mampu
mewujudkan lulusan siswa yang beriman dan bertaqwa serta membentuk siswa agar
memiliki pengetahuan dan wawasan terhadap konservasi, sehingga akan muncul
sikap pro konservasi yang pada akhirnya nanti akan muncul perilaku dan mampu
menerapkan keterampilan-keterampilan pemanfaatan sumberdaya serta mampu
menyebarluaskan konsep dan teknis konservasi kepada masyarakat.
C. Pelaksana
Kurikuler Pelaksana program ini yaitu yaitu guru dengan pendekatan
integratif dengan pendekatan ekstrakurikuler. Pendekatan integratif perlu
adanya kesediaan guru untuk mengintegrasikan materi konservasi pada mata ajaran
yang diampunya.
Persyaratan lain yaitu guru harus memiliki kompetensi yang memadai
sehingga dapat menyampaikan materi konservasi dengan maksimal tanpa harus
mengurangi atau mengubah kandungan asli mata ajaran yang menjadi wadah materi
konservasi. Apabila materi konservasi yang disisipkan bersifat menambah
kompetensi dasar, maka konsekuensi harus ada penambahan jam pelajaran, akan
tetapi apabila materi konservasi yang disisipkan hanya berupa pengkayaam materi
dengan memperbanyak contoh-contoh dan studi kasus maka tidak perlu menambah jam
pelajaran.
D. Ekstrakurikuler
Pendidikan konservasi di sekolah dapat dilaksanakan dengan
pendekatan ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru “kader konservasi” di
bawah Organisasi Pelajar. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dapat berupa
ekstrakurikuler wajib maupun pilihan.
E. Materi Pengajaran
Materi pengajaran pada program pendidikan konservasi dikelompokkan
ke dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik berdasarkan kajian
karakteristik bio-fisik dan sosekbud lingkungan sekolah, serta disesuaikan
dengan isu permasalahan lingkungan aktual tingkat lokal, nasional, maupun
global.
F. Metode Pelaksanaan Program
Program akan dilaksanakan melalui pemberian teori dan praktek, baik
di dalam kelas maupun di luar kelas. Metode pembelajaran meliputi kombinasi
dari berbagai metode dengan tujuan untuk menghindari kejenuhan siswa terhadap
materi yang disampaikan, yaitu meliputi diskusi, bermain peran (role playing),
percobaan (eksperimen), karyawisata (fieldtrip), pengamatan langsung
(observasi), penyelidikan (inquiry), dan pengajaran proyek.
Shaleh (2005) mengemukakan bahwa banyak metode belajar-mengajar
yang telah dikenal guru, akan tetapi, bagaimana menggunakan suatu metode dengan
pendekatan keterampilan agar dapat menunjang siswa belajar aktif masih menjadi
problem. Hal ini akan menjadi titik tolak uraian dalam peninjauan diagram yang
menggambarkan hubungan antara beberapa metode yang dianggap
cukup penting dalam pengaturan cara belajar, yaitu: metode
pemberian tugas, metode demonstrasi dan eksperimen, metode proyek, metode
diskusi, metode karyawisata, metode tanya jawab, metode sosiodrama dan bermain
peran, metode bercerita, metode latihan, dan metode ceramah (Shaleh 2005).
G. Media Pembelajaran
Media pembelajaran berdasarkan taksonomi Leshin et al. (1992) dalam
Arsyad (2009) ada beberapa tingkatan. Pertama, media berbasis manusia yang
terdiri dari guru, tutor, instruktur, main peran, kegiatan kelompok, dll.
Kedua, media berbasis cetakan yang terdiri dari buku, penuntun, buku
kerja/latihan, dan lembaran lepas. Ketiga, Media berbasis visual yang terdiri
dari buku, charts, grafik, peta, figur/gambar, transparansi, dan film bingkai
atau slide. Keempat, media berbasis audio-visual yang terdiri dari video, film,
slide bersama tape, dan televisi. Kelima, media berbasis komputer yang terdiri
dari pengajaran dengan bantuan komputer dan video interaktif
Media yang digunakan meliputi media cetak, media elektronik, dan
lingkungan. Hamalik (1986) dalam Arsyad (2009) menyatakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Arsyad (2009)
menyatakan bahwa media disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan
siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.
Oleh karena itu, perlu dirancang dan dikembangkan lingkungan pembelajaran yang
interaktif yang dapat menjawab dan kebutuhan belajar perorangan dengan
menyiapkan kegiatan pembelajaran dengan medianya yang efektif guna menjamin
terjadinya pembelajaran. Oleh karena itu, media yang akan digunakan yaitu media
pembelajaran konvensional dengan metode modern.
H. Alokasi Waktu
Program pendidikan konservasi dengan pendekatan integratif
dilaksanakan dengan menyesuaikan alokasi waktu standar kompetensi mata ajaran
yang
menjadi wadah integrasi yaitu 40 menit/jam pelajaran. Waktu
penyampaian materi disesuaikan dengan waktu penyampaian pokok pelajaran.
Program pendidikan konservasi dengan pendekatan ekstrakurikuler
dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun dengan waktu pertemuan satu kali
dalam seminggu, pada hari Jumat. Waktu setiap kali pertemuan disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada. Satu pertemuan minimal dalam durasi waktu selama 40 menit.
Antara satu materi dengan materi lain tidak sama penggunaan alokasi waktu,
tergantung dengan banyak sedikitnya materi yang akan disampaikan dan praktek
yang akan dilaksanakan.
I. Evaluasi
Alat penilaian menurut Shaleh (2005) ada yang berbentuk tes dan ada
yang berbentuk non-tes. Alat penilaian berbentuk tes merupakan semua alat
penilaian yang hasilnya dapat dikategorikan menjadi benar dan salah, misalnya
penilaian untuk mengungkapkan aspek kognitif dan psikomotorik. Alat penilaian
non-tes hasilnya tidak dapat dikategorikan benar salah, dan umumnya dipakai
untuk mengungkapkan aspek afektif.
Evaluasi dalam program pendidikan konservasi ini dilakukan dengan
tertulis dan non tertulis. Tertulis dilakukan dengan tes maupun kuesioner untuk
mengukur tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa, sedangkan non tertulis
dilakukan dengan diskusi, pengamatan sikap dan hasil karya untuk mengukur
tingkat sikap dan juga keterampilan siswa.
J. Rincian Program
Pembelajaran pendidikan konservasi menggunakan pendekatan kurikuler
dan nonkurikuler. Pendekatan kurikuler dengan cara integratif, sedangkan
pendekatan non-kurikuler dalam bentuk ekstrakurikuler dengan membentuk club
baru.
5.9.2 Implementasi Program Pendidikan Konservasi dengan Pendekatan
Integratif
a. Mata Pelajaran Wadah Integrasi
Pelaksanaan pendidikan konservasi dengan pendekatan integratif
yaitu dengan menyisipkan materi konservasi pada mata ajaran yang sudah ada.
Mata
pelajaran yang menjadi wadah integrasi merupakan mata ajaran yang
memiliki daya serap baik oleh siswa dan juga mata pelajaran yang memiliki
muatan materi yang berkaitan dengan materi konservasi.
Pendekatan integratif akan menyisipkan pesan konservasi pada mata
ajaran yang telah ditetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya per
pokok bahasan pada tiap jenjang kelas dan program . Mata ajaran yang mengacu
pada kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu mata ajaran
biologi, sosiologi, bahasa Inggris. Mata pelajaran yang mengacu pada kurikulum
Kementerian Agama RI sesuai dengan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun
2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab Madrasah yaitu mata ajaran al-qur‟an hadits, fiqih, aqidah
akhlak, dan bahasa Arab. Mata pelajaran yang mengacu pada kurikulum sekolah
yang sifatnya lokal sesuai dengan kebijakan sekolah yaitu komputer dll.
b. Materi Pendidikan Konservasi yang diintegrasikan
Materi pendidikan konservasi yang diintegrasikan meliputi:
1. Penanaman
2. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
3. Konvensi nasional dan internasional tentang keanekaragaman
hayati
4. Perubahan iklim
5. Pengelolaan sampah dan limbah
6. Islam dan lingkungan
Implementasi Program Pendidikan Konservasi dengan Pendekatan
Ekstrakurikuler
Pendidikan konservasi di Sekolah Darul Muttaqien dapat dilaksanakan
dengan pendekatan ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru “kader konservasi”
di bawah Organisasi Pelajar Darul Muttaqien (OPDM). Kegiatan ekstrakurikuler di
Sekolah Darul Muttaqien dapat berupa ekstrakurikuler wajib maupun pilihan.
Kementerian Lingkungan Hidup (2008) menyatakan bahwa indikator dan
kriteria program eco-sekolah salah satunya dengan pengembangan kegiatan
ekstrakurikuler berbasis tadabbur alam. Warga pondok sekolah perlu dilibatkan
dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup untuk mewujudkan pondok sekolah
yang ramah lingkungan. Pondok sekolah juga perlu melibatkan masyarakat di
sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi warga
pondok sekolah dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di pondok sekolah
antara lain:
1. Mengadakan kegiatan tadabbur alam
2. Berperan aktif dalam kegiatan aksi lingkungan hidup yang
dilakukan oleh berbagai pihak
3. Membangun jejaring dan kemitraan dengan lembaga terkait
4. Memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di pondok sekolah
Program ekstrakurikuler menurut Shaleh (2005) merupakan kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan siswa agar
memiliki kemampuan dasar penunjang. Kegiatan-kegiatan dalam program
ekstrakurikuler diarahkan kepada upaya memantapkan pembentukan kepribadian
siswa. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan di
luar jam pelajaran yang materinya tidak terdapat dalam uraian kompetensi dasar
atau silabus pendidikan mata pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan
di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah dengan maksud memperluas
pengetahuan dan wawasan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah secara umum dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk dan jenis, meliputi (Shaleh 2005):
a. Pembinaan keimanan dan ketakwaan
b. Pembinaan berbangsa dan bernegara
c. Pembinaan kepribadian dan akhlak mulia
d. Pembinaan berorganisasi dan kepemimpinan
e. Pembinaan keterampilan dan kewiraswastaan
f. Pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi
g. Pembinaan persepsi, apresiasi, dan kreasi seni
Shaleh (2005) menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat
terlaksana dengan baik dan memperoleh hasil serta manfaat yang optimal, perlu
diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Adanya program kerja atau kerangka acuan untuk masing-masing
kegiatan ekstrakurikuler
2. Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya diadakan di luar jam belajar
efektif, yaitu pada waktu liburan. Rancangan kegiatan ini dimasukkan dalam
RAPBS (Rencana Anggaran Pendanaan dan Belanja Sekolah).
3. Jenis program kegiatan ekstrakurikuler yang akan dilaksanakan
oleh sekolah hendaknya diprioritaskan pada :
a. Kegiatan yang banyak diminati siswa
b. Ketersediaan pembina/instruktur yang mempunyai kemampuan, keterampilan,
dan wawasan untuk kegiatan tersebut
c. Ketersediaan sarana dan prasarana serta dana yang mendukung
4. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut mendapat dukungan orang tua
siswa
Rancangan program pendidikan konservasi dengan pendekatan
ekstrakurikuler dilakukan menggunakan media elektronik, cetak, dan lingkungan.
Sumber pustaka yang digunakan yaitu Al-Quran, Hadits, kitab kuning, dan buku
teks, sedangkan metode evaluasi yang digunakan yaitu tertulis, non tertulis,
dan observasi.
Kesimpulan
1. Sekolah memiliki potensi biofisik dan sosekbud yang potensial
untuk menunjang pelaksanaan pendidikan konservasi yang didukung oleh
persetujuan (99%) oleh para pihak, baik internal maupun eksternal sekolah.
2. Warga sekolah memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan
terkait lingkungan yang beragam, namun cenderung kurang sehingga perlu
diberikan pendidikan konservasi.
3. Program non kurikuler sekolah yang berkaitan dengan lingkungan
yaitu inisiasi internal sekolah yang meliputi pengelolaan sumberdaya lahan dan
sumberdaya air; dan inisiasi dari ekternal sekolah berupa kerjasama.
4. Program kurikuler sekolah yang berkaitan dengan lingkungan yaitu
Biologi, Sosiologi, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Fiqih, Aqidah Akhlak, Al-Quran
Hadits, Fiqih Kitab, Tafsir, dan Hadits.
5. Pendidikan konservasi di sekolah dapat dilaksanakan dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan kurikuler berupa integratif pada mata ajaran
tersebut dengan penambahan kompetensi dasar maupun pengkayaan materi; dan
pendekatan non kurikuler berupa ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru di
bawah OPDM (Organisasi Pelajar Darul Muttaqien).
0 comments:
Post a Comment